Minggu, 13 Desember 2009
Ghadir Khum Antara Keyakinan Ahli Sunah Dan Syi'ah
Oleh: Muhammad Bachtiar Elmarzoeq
Dalam studi Islam, tentu kita sering sekali berinteraksi dengan segudang perbedaan (red:Ikhtilaf) yang terjadi antara para Ulama kita dalam memahami sebuah nash syari' yang ada tidak bersifat eksplisit. Sebagai insan akademis kita senantiasa dituntut untuk bersikap kritis terhadap pendapat mereka, bukannya sok pinter loh,tapi tidak lain agar kita tidak semerta-merta menganggap bahwa kebenaran yang absolute hanyalah pada madzhab tertentu, meski pendapat mazhab ini harus berbeda dengan kebanyakan ulama (red: Al-Jumhur Al-ulama). Ini sangat berbahaya, karena sikap ini akan menimbulkan panatisme buta. Yang perlu kita ketahui, salah satu sebab terjadinya perbedaan antara ulama kita adalah perbedaan mereka dalam memahami sebuah nas, baik itu Qur'an ataupun Hadist.
Studi kritis kita kali ini tertuju pada sekte Syiah, yang mana sekte ini masih berdiri kokoh sampai sekarang, bahkan menjelma sebagai momok yang sangat menakutkan bagi dominasi peradaban Barat.Syiah, sebagai sekte pengikut sayyidina Ali ra dan anak-anaknya sekaligus mereka meyakini kepemimpinannya setelah sepeninggalnya nabi, berkeyakinanbahwa banyak sekali dalil-dalil dari nas yang membuktikan dan menguatkan faham mereka. Dalam buku Al-Syia'ah Wa Al-Tasyayu' Li Ahli Bait, karya Dr Ahmad Rasim Nafis, cetakan Pustaka Al-Syuruq Al-Dauliyah, sedikitnya disebutkan lima peristiwa yang digunakan Syiah untuk menguatkan faham mereka diantaranya adalah: Hadist Al-Manzilah, Hadist Al-Tsaqolain, Hadist Al-Kisa' dan hadist Al-Daar. Namun studi kritis kita kali ini difokuskan pada peristiwa Ghadir Khum.
Dalam Shahih Muslim bab Fadhail Ali Bin Abi Thalib disebutkan bahwa Ghadir Khum Adalah lembah air yang terdapat diantara Makah dan Madinah. Tepatnya di Juhfah. Dalam kitab Ma'a Itsna Asyariyah Fil usul Wa Alfuru' karangan Prof.Dr. Ali Ahmad Al-Salusi menyatakan bahwa kabar tentang Ghadir Khum ini merupakan sandaran pertama bagi SyiahJa'fariyah, mereka berpendapat bahwa ketika rasul berada di Ghadir Khum setelah sekembalinya dari haji Wada', beliau menjelaskan kepada seluruh kaum muslimin dan berwasiat bahwa kepemimpin setelah beliau akan dipegang oleh Ali Bin Abi thalib. Untuk mengukuhkan faham ini kalangan Syi'ah Ja'fariyahmenyusun enam belas jilid kitab yang berjudul Al-Ghadir Fil kitab Wa Al-Sunah Wa Al-Adab tidak lain guna jastifikasi keapsahan dalil ini.Mari kita kaji dalil-dalil yang mereka gunakan untuk mengukuhkan peristiwa ini dan tanggapan ulama dari berbagai disiplin ilmu diantaranya:
1.Al-Qur'an
Dari Al-Qur'an mereka mengklaim bahwa sedikitnya ada tiga ayat yang menguatkan kejadian ini, yaitu dua ayat pada surat Al-Maidah, dan ayat pertama pada surat Al-Ma'arij. Pada surat Al-Maidah Allah Swt berfirman yang artinya: Hai rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya, Allah memeliharamu dari (gangguan)manusia. Sesunguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Qs: Al-Maidah ayat: 67).Syi'ah Ja'fariyah mengklaim bahwa ayat ini turun pada Ali ra, bukan hanya itu, bahkan mereka menyebutkan beberapa sebab turunnya ayat ini diantaranya perkataan Thusi tentang sebab turunnya ayat ini:
a.A'isyah berkata: Bahwa turunnya ayat ini untuk menghilangkan kekeliruan bahwa rasul menyembunyikan wahyu guna untuk bertaqiyyah.
b.Abu Ja'far dan Abu Abdillah Alaihima Assalam berkata: Ketika Allah Swt menurunkan wahyu kepada nabi untuk menjadikan Ali sebagai khalifah setelahnya, dia takut tindakan ini akan memecah belah keharmonisan dikalangan sohabi (red:sahabat-sahabatnya), maka diturunkanlah ayat ini sebagai motivasi dalam melaksanakan perintahNya.
Tanggapan ulama tentang dalil ini diantaranya:
a.Imam Thabari dalam tafsirnya Jami'ul Bayan 'An Ta'wilil Ayil Qur'an berkata bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada nabi Muhammad Saw untuk menyampaikan kepada ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani dan menjelaskan tentang keberanian mereka dalam merubah dan menyelewangkan Taurat dan Injil, hinanya makanan dan minuman mereka termasuk di dalamnya kaum musyrikin. Agar nabi tidak gentar dalam menyampaikan wahyu ini karena banyaknya jumlah mereka maka Allah Swt menurunkan ayat ini, dan menjelaskan kepada nabi bahwa tidak ada yang patut ditakuti selain Allah Swt. Sayangnya dalam menyebutkan sebab turunnya ayat ini, imam thusi tidak mendiskusikannya terlebih dahulu, dan tidak mengadili dari perkataan-perkataan di atas yang tepat baginya.
b.Adapun tentang sebab turunnya ayat ini, banyak dari kalangan ulama hadist meriwatkan hadist tentang turunnya ayat ini, diantaranya Muslim, Turmudzi, Nasai'. Dan pada Sohihaini (red: Bukhari dan Muslim) dari A'isyah ra, ia berkta: kalau seandainya Muhammad Saw menyembunyikan sesuatu dari wahyu Allah Swt, pasti ia akan menyembunyikan ayat ini.
2.Al-Sunah
Adapun dari Sunnah, Ja'fariyah berdalih dengan isi khutbah pada haji Wada' nabi Saw di Arafah. Antara Ja'fariyah dan Jumhur mereka tidak berselisih pendapat seputar makna khutbah nabi, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq kecuali pada sabda nabi yang artinya" Telah aku tinggalkan bagimu, apabila kalian berpegang teguh padanya, niscahya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, perkara yang sangat jelas yaitu Kitabullah da Sunan Nabi-Nya. Akan tetapi dari golongan Ja'fariyah mereka menganggap bahwa Rasulullah Saw memerintahkan umatnya untuk berpegang teguh pada Kitab dan Itrah(red: keluarga) pada khutbah Ghadir Khum. Dari ungkapan in bukan berarti Ja'fariyah menafikan ketaatan pada rasul, karena pendapat ini hanya dilontarkan oleh orang-rang non muslim, akan tetapi Ja'fariyah berpendapat bahwa para imam adalah orang yang ma'sum, dan perkataan mereka seperti perkataan Rasulullah Saw, dan perkataan mereka juga termasuk kedalam Al-Sunnah Al-Muthahharah . maka dengan mengembalikan semua perkara kepada mereka merupakan kunci hidup agar jauh fari kesesatan. Al-'Iyazd Billah Amma Yaquluuna Uluwwan Kabiro.
Tanggapan ulama hadist tentang dalil ini diantaranya:
a.Dalam kitab Muwatha' imam Malik, ia meriwayatkan perkataan Rasulullah Saw yang artinya: Aku tunggalkan bagimu dua perkara, yang dengan dua perkara ini kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya.
b.Dalam Sunan Nasai' kita dapatkan riwayat yang lain dari hadist ini. imam Suyuthi menjelaskan hadist ini dalam syarhnya bahwasannya rasul berwasiat dengan Kitabullah dan agamanya atau sejenis dengannya yang termasuk dalam sunah nabi.
c.Dalam kitab Faidul Qadir Syarh Al-Jami' Al-Shagir, kita bisa mendapatkan riwayat dari Abu Hurairah ra, berkata yang artinya: Nabi Muhammad Saw berkhutbah pada Haji Wada' seraya berkata: Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, Selagi kamu berpegang kuat kepada kedua-duanyayaitu Kitabullah dan sunahkuKedua pusaka itu tidak akan berpisah sehingga keduanya dapat mendatangkan haudh-telaga-kepadaku.
d.Hadit rasul tang artinya: Apakah aku lebih utama dari diri kalian, kata ini diulang sebanyak tiga kali, maka sahabatpun dengan senang hati membenarkan dan mengakuinya, kemudian nabi mengangkat tangan Ali ra seraya berkata: Barangsiapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka (aku angkat) Ali sebagai walinya, Ya Allah, dukunglah siapa saja yang mendukungnya (Ali)dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.”
Mereka menafsirkan bahwa kalimat Maula adalah Aula.Maka Ali lah yang paling berhak untuk diikuti. Dan dengan nash ini juga mereka menganggap bahwa do'a dari nabi yang terdapat pada hadist diatas, hanya untuk imam yang ma'sum (red: terbebas dari dosa) yang harus ditaati.
Namun hadist ini mendapat tanggapan dari ulama hadist diantaranya imam Ibnu hajar. Diantara tanggapannya adalah:
a.Kita tidak dapat menerima bahwa arti dari wali adalah aula, akan tetapi artinya adalah Al-Nashir (red: penolong) karena artinya merupakan kata umum yang mempunyai banyak arti diantaranya, yang membebaskan, yang dibebaskan, yang menolong. Dari kata yang umum inilah tidak bisa dipastikan satu arti yang tepat tanpa adanya dalil yang mengkhususkannya.
b.Walaupun kita membenarkan kata kata Wali diatas berarti Awla, tetapi bukan berarti awla dalam imamah melainkan dalam hal suri tauladan, atau yang paling dekat dengan nabi. seperti dalam firman Allah Swt yangartinya: Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikuti nabi ini (Muhammad). (Qs: Ali-Imran ayat:68)
c.Adapun kekhususan tentang doa' nabi dalam hadist diatas yang artinya: Ya Allah, dukunglah siapa saja yang mendukungnya (Ali)dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.”hanya bagi imam yang ma'sum merupakan perkataan yang jauh sekali dari kebenaran, karena doa itu sendiri boleh diperuntukan kepada siapa saja yang rasul kehendaki,tanpa adanya tidak ada takhsis (red:pengkhususan) bagi imam yang ma'sum.
Akan tetapi yang harus diketahui, selain riwayat-riwayat yang saya sebutkan di atas, kita juga mendapatkan riwayat yang menganjurkan kita untuk berpegang teguh pada Kitab dan Itrah (red: Keluarga) diantaranya: hadist yang diriwayatkan oleh dua imam besar yaitu imam muslim dan Ahmad dari Zaid bin Arqam r.a. Pada riwayat ini terdapat anjuran untuk berpegang teguh pada Kitabullah dan mendorong untuk mengamalkannya. Kemudian beliau saw bersabda, "Dan Ahli Baitku (keluargaku)" Pada riwayat ini kita seluruh kaum mislimin diianjurkan untuk memelihara hak-hak Ahlu Bait nabi, mencintainya, dan menempatkan mereka pada kedudukannya. Abu bakr r.a. berkata demi jiwaku yang berada di tangan-Nya mendekatkan diri kepada rasul itu lebih saya cintai dari kerabat saya.
Tanpa bermaksud skeptis terhadap mazhab ini, akan tetapi sikap skeptic lahir karena kebanyakan dari ulama hadist tidak mendukung klaim syiah ja'fariyah ini, dan merekapun tidak memiliki dalil yang kuat dalam masalah ini, karena walaupun hadist tentang Itrah ini benar adanya dan diriwayatkan oleh banyak Imam dalam hadist akan tapi bukan berarti bahwa riwayat ini mewajibkan imamah dari ahli bait.
Setelah mengetahui sikap ulama-ulama baik dari Ja'fariyah maupun Jumhurtentang perisiwa Ghadir Khum ini, mungkin kita sedikit dapat mengambil perbandingan tentang esensi hadits tersebut, untuk senantiasa dapat mendiskusikannya secara ilmiyah dan objektif, bukan semerta-merta selalu memandang mereka dengan Ainu Sukht (red:kacamata hitam) sehingga menganggap mereka bukan bagian dari kita (red: Sunni) musuh kita yang boleh diperangi. Ulama kita pada zaman ini sedang berusaha kerasdalam melakukan taqrib (red: pendekatan) antara madzahibIslam didunia ini, agar persatuan umat muslim itu bukan suatu khurafat yang tidak bisa di capai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar